Kamis, 17 Desember 2009

REOG PONOROGO, "MANUNGGALING KUTHO LAN DESO"

Reog, sebuah kesenian tradisional asal Ponorogo, Jawa Timur ini, merupakan tarian yang sarat berbau mistik dan magis karena merupakan ungkapan dari kepercayaan animisme dan dinamisme. Tarian ini sarat dengan upacara-upacara mistik, diantaranya dengan membakar dupa sebelum menggelar tarian. Esensi dari Reog Ponorogo sendiri, merupakan perwujudan sendratari yang menggambarkan prosesi ‘prajurit berkuda Ponorogo’ (diwakili Kuda Kepang) dipimpin senopati ‘Bujangganong’ (diwakili penari topeng) untuk melamar putri Kediri. Dalam perjalanan pulang rombongan dihadang ‘Singabarong’ (diwakili Barongan) dan tentara harimaunya. Pertempuran akhirnya dimenangkan oleh prajurit Ponorogo. Menurut kabar, Reog Ponorogo berasal dari jaman Kediri dibawah raja Airlangga (1045-1222). Secara sosial reog merupakan wujud dari usaha memadukan budaya Keraton dan budaya Pedesaan. Terlihat dari penggunaan instrumen gabungan yang berasal dari Keraton dan Desa, juga kepala Harimau menggambarkan elit kekuasaan sedangkan Merak menggambarkan rakyat desa. Penari barongan yang disebut ‘Warok’ juga melambangkan kekuasaan sedangkan rakyat Desa digambarkan dalam ‘Penari Kuda Kepang’ yang halus. Dibalik unsur sosial ternyata Reog Ponorogo, adalah tarian yang berbau animisme yang berbeda dengan tarian lainnya. Ada sebagian budayawan mengatakan bahwa yang mendorong lahirnya kesenian Reog Ponorogo, ialah adanya tradisi upacara adat pada jaman subur-suburnya kepercayaan animisme. Jaman dahulu orang-orang Jawa umumnya mempunyai kepercayaan kalau roh dari hewan yang telah mati dapat didatangkan lagi ke dunia ini seperti halnya roh manusia. Roh tersebut didatangkan agar dapat menjaga keselamatan dan memberi kekuatan. Adapun cara untuk menurunkan roh hewan, ialah dengan jalan melakukan upacara adat. Mereka mengenakan topeng hewan, kemudian menari-nari dengan asyik menantikan turunnya roh yang dimaksud Bagi pemain-pemain kesenian reog, barongan adalah satu-satunya instrumen yang mendapatkan tempat utama. Ia dianggap sebagai benda keramat. Sehingga pada hari hari tertentu, dan pada setiap akan dipakai, sering orang membakar dupa (kemenyan) di hadapannya. Disamping akar animisme yang dikandung, jelas tarian ini merupakan tarian mistik, bukti kuat mengenai ini adalah bahwa tarian ini dimainkan oleh Warok yang mempraktekkan mistik dan kekebalan kulit, karena itu ia menjauhkan diri dari perempuan. Tidak ada perempuan dalam rombongan, dan penari kuda kepang yang cantik merupakan lambang keperempuanan yang dipelihara sebagai gemblakan alias gundik. Ini menjurus praktek homoseksual. Perangkat barongan yang berat dan yang sering diduduki penari lain di atasnya menunjukkan bahwa pemain harus benar-benar mempunyai kesaktian dan menguasai kekuatan mistik. Yang membedakan tarian ini dengan tarian daerah lain, adalah adanya semacam ilmu mistik yang mempengaruhinya. Mereka menganggap bila reog tidak didukung oleh ilmu mistik, maka tidak ubahnya dengan sayur tanpa garam. Kesenian Tiban sebagai misal, dapat kita lihat bahwa pemain-pemainnya kebal akan cemeti yang berujungkan sebuah paku. Sedikitpun tak ada luka pada tubuhnya, meskipun berkali-kali ia pukul memukul. Pemain kuda kepang (dari Reog Caplokan, dan juga jaran dhor) tampak tidak merasakan apa-apa kalau ia makan pecahan kaca. Tidaklah asing kiranya jika kita lihat si pemain kuda kepang dari Reog Ponorogo menari di atas kepala harimau, sedang si harimau sendiri berdiri di atas bahu seorang warok

Tidak ada komentar:

Posting Komentar